REPUBLIKA. CO. ID, Oleh: Esthi Maharani, Jurnalis Republika
Berinteraksi dengan Gerombolan Pengamanan Presiden (Paspampres) bukan hal yang asing lagi. Apalagi aku sempat bertugas selama tiga tarikh di Istana Presiden dan Pengantara Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
Kehadiran mereka di lingkungan istana maupun di sekitar presiden dan pemangku presiden tidak lagi menakutkan. Makin, saya pun punya beberapa cerita tentang mereka. Termasuk dalam bersemuka jodoh. Namun cerita ini tidak cerita saya, melainkan rekan keterangan saya di lapangan.
Pada kisaran 2012, seorang kawan tetiba mendekati Komandan Paspampres (Danpaspampres) yang kala itu sedang dijabat Agus Sutomo. Tidak ada rasa segan sama sekali, apalagi kawan saya tersebut merayu Danpaspampres untuk mengizinkan wartawan istana berperan ke Markas Paspampres di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dia mau melihat kegiatan Paspampres sehari-hari & latihan yang ditempuh untuk bisa menjadi seorang Paspampres.
Tak disangka, Danpaspampres menyikapi serius rayuan itu. Tadinya, beta berpikir Danpaspampres hanya akan perbahasaan dan sekadar meng-iya-kan rayukan minus benar-benar direalisasikan. Tapi nyatanya, cuma beberapa pekan setelah obrolan santai sedikit merayu di dalam Istana Negara, undangan resmi pun muncul.
Saya tak terlalu ingat, apakah waktu itu Presiden SBY sedang keluar tanah air sehingga kegiatan di Istana Presiden otomatis kosong ataukah Presiden SBY berada di Jakarta dan menyerahkan izin kepada Paspampres dan kuli istana untuk âberistirahatâ dengan bermain sejenak mengenal tugas masing-masing dengan lebih dekat ataukah jadwal dengan ditentukan telah dirancang sedemikian cara agar bisa mengakomodasi semua pihak alias curi-curi waktu di selat rutinitas di Istana Presiden.
Di Markas Paspampres, wartawan dijamu layaknya tamu. Ditunjukkan beberapa ruangan latihan hingga ruang hiburan. Bahkan wartawan diajak pelajaran menembak dan memegang senjata sah yang banyak jenisnya. Saya juga mencoba tapi skor saya membatalkan sekali waktu itu karena kami gugup istimewa memegang senjata sungguhan.